Pages

Selasa, 17 Maret 2020

Orde Lama Dan Orde Baru

Orde Baru
KEHIDUPAN POLITIK ORDE BARU
Kalau kita bicara soal orde baru, pasti yang paling teringat adalah nama Soeharto. Ya, orde baru dipimpin oleh Soeharto selama 32 tahun. Waktu yang tidak sebentar. Selama 32 tahun masa kepemimpinannya, banyak kebijakan yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap proses berjalannya Negara kita ini. Mulai dari kebijakan politik maupun kebijakan ekonomi.
Kebijakan politik yang dikeluarkan terbagi menjadi dua, yaitu kebijakan politik dalam negeri dan luar negeri. Masing-masing kebijakan tentunya dikeluarkan berdasarkan kebutuhan Negara. Idealnya, kebijakan yang dikeluarkan adalah yang menguntungkan dan mengedepankan kepentingan rakyat banyak. Nah, kita lihat nih beberapa kebijakan politik pada masa orde baru.
Kebijakan Politik Dalam Negeri
1. Pelaksanaan pemilu 1971
Pemilu yang sudah diatur melalui SI MPR 1967 yang menetapkan pemilu akan dilaksanakan pada tahun 1971 ini, berbeda dengan pemilu pada tahun 1955 (orde revolusi atau orde lama). Pada pemilu ini para pejabat pemerintah hanya berpihak kepada salah satu peserta Pemilu yaitu Golkar. Dan kamu tahu? Golkar lah yang selalu memenangkan pemilu di tahun selanjutnya yaitu tahun 1977, 1982, 1987, 1992, hingga 1997.
2. Penyederhanaan partai politik
Penyederhanaan partai politik menjadi dua partai dan satu golongan karya yaitu:

3. Dwifungsi ABRI
Dwifungsi ABRI adalah peran ganda ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan sebagai kekuatan sosial politik. Sebagai kekuatan sosial politik ABRI diarahkan untuk mampu berperan secara aktif dalam pembangunan nasional. ABRI juga memiliki wakil dalam MPR yang dikenal sebagai Fraksi ABRI, sehingga kedudukannya pada masa Orde Baru sangat dominan.
4. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P-4 atau Ekaprasetya Pancakarsa, bertujuan untuk memberi pemahaman kepada seluruh lapisan masyarakat mengenai Pancasila. Semua organisasi tidak boleh menggunakan ideologi selain Pancasila, bahkan dilakukan penataran P4 untuk para pegawai negeri sipil.
Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia antara lain
1. Indonesia kembali menjadi anggota PBB
Pada saat Indonesia keluar dari PBB tanggal 7 Agustus 1965, Indonesia terkucil dari pergaulan internasional dan menyulitkan Indonesia secara ekonomi maupun politik dunia. Keadaan ini kemudian mendorong Indonesia untuk kembali menjadi anggota PBB berdasarkan hasil sidang DPRGR. Pada tanggal 28 September 1966, Indonesia resmi aktif kembali menjadi anggota PBB.
2. Pemulihan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura dan pemutusan hubungan dengan Tiongkok
Pada tahun 1965, terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia dan Singapura. Untuk memulihkan hubungan diplomatik, dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia yang diwakili oleh Adam Malik dan Malaysia yang diwakili oleh Tun Abdul Razak pada tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta. Pemulihan hubungan diplomatik dengan Singapura melalui pengakuan kemerdekaan Singapura pada tanggal 2 Juni 1966.
3. Memperkuat Kerja Sama Regional dan Internasional
Indonesia mulai memperkuat kerjasama baik regional dan internasional dengan melakukan beberapa upaya, yaitu:

KEHIDUPAN EKONOMI
Pemerintahan orde baru memiliki slogan yang menunjukkan fokus utama mereka dalam memberlakukan kebijakan ekonomi, yaitu Trilogi Pembangunan.

Bukan tanpa dasar, Trilogi Pembangunan dibuat karena Indonesia mengalami inflasi yang sangat tinggi pada awal tahun 1966, kurang lebih sebesar 650% setahun. Nah, beberapa kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pada masa orde baru adalah:
1. Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
Pada April 1969, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang bertujuan untuk meningkatkan sarana ekonomi, kegiatan ekonomi serta kebutuhan sandang dan pangan. Repelita ini akan dievaluasi selama lima tahun sekali.
a. Repelita I (1 April 1969-31 Maret 1974) Sasaran utama yang hendak dicapai adalah pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pertumbuhan ekonomi berhasil naik 3 sampai 5,7% sedangkan tingkat inflasi menurun menjadi 47,8%.
Namun, kebijakan pada masa Repelita I dianggap menguntungkan investor Jepang dan golongan orang-orang kaya saja. Hal ini memicu timbulnya peristiwa Malapetaka Lima Belas Januari (Malari).
b. Repelita II (1 April 1974 - 31 Maret 1979) menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
c. Repelita III (1 April 1979-31 Maret 1984) Pelita III menekankan pada Trilogi Pembangunan dengan menekankan pada azas pemerataan, yaitu:

d. Repelita IV (1 April 1984 - 31 Maret 1989) menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin sendiri.
e. Repelita V (1 April 1989-31 Maret 1994) menitikberatkan pada sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan, meningkatkan produksi pertanian, menyerap tenaga kerja, dan mampu menghasilkan mesin-mesin sendiri.
f. Repelita VI dimulai pada tahun 1994, pembangunan berfokus pada pada sektor ekonomi, industri, pertanian dan peningkatan sumber daya manusia.
2. Revolusi Hijau
Revolusi Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional (peasant) ke cara modern (farmers). Untuk meningkatkan produksi pertanian umumnya dilakukan empat usaha pokok, yang terdiri dari:
a. Intensifikasi, yaitu penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi pertanian untuk memanfaatkan lahan yang ada guna memperoleh hasil yang optimal; Perubahan ini dilakukan melalui program Panca Usaha Tani yang terdiri dari:

b. Ekstentifikasi, yaitu perluasan lahan pertanian untuk memperoleh hasil pertanian yang lebih optimal;
c. Diversifikasi (keanekaragaman usaha tani);
d. Rehabilitasi (pemulihan daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah kritis)


Orde Lama

Perkembangan politik di masa pemerintahan orde lama

Orde Lama adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno di Indonesia. Orde Lama berlangsung sejak tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan dua sistem ekonomi yaitu sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando.

Orde lama dapat dikatakan resmi dimulai sejak 18 Agustus 1945 saat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya.

Setelah pelantikan Soekarno dan Mohammad Hatta kemudian dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan.

KNIP kemudian mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri atas 8 provinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Brunei, Sarawak dan Sabah), Sulawesi, Nusa Tenggara serta Maluku (termasuk Papua).

PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA DARI MASA ORDE LAMA, ORDE BARU DAN REFORMASI

·         MASA ORDE LAMA (1945 – 1967)

Perekonomian Indonesia pada masa orde lama perlu dicermati karena pada masa tersebut, Indonesia merupakan Negara yang baru saja merdeka. Dalam masa ini, perkembangan perekonomian dibagi dalam 3 (tiga) masa, yaitu :
1.       Masa Kemerdekaan ( 1945 – 1950 )
Keadaan ekonomi pada masa awal kemerdekaan dapat dibilang sangat tidak menggembirakan. Hal itu terjadi karena adanya inflasi yang disebabkan oleh beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Oktober 1946 Pemerintah RI mengeluarkan ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang, namun adanya blockade ekonomi oleh Belanda dengan menutup pintu perdagangan luar negeri mengakibatkan kekosongan kas Negara. Akibatnya Negara berada dalam kondisi krisis keuangan dan kondisi itu tentu membahayakan bagi keberlangsungan perekonomian Indonesia pada saat itu.
Dalam menghadapi krisis tersebut, pemerintah menempuh beberapa kebijakan, yaitu :
1)      Pinjaman Nasional
2)      Pemenuhan Kebutuhan Rakyat
3)      Melakukan Konferensi Ekonomi

2.       Masa Demokrasi Liberal ( 1950 – 1957 )

Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak tetapi tidak ada partai yang memiliki mayoritas mutlak dan hal ini kemudian membuat pada masa ini perekonomian diserahkan sepenuhnya kepada pasar. Dampak dari kebijakan ini akhirnya hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia.
Pemerintah terkesan memaksakan sistem pasar dalam perekonomian, anehnya pemerintah sudah mengetahui dampaknya dan melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kondisi perekonomian. Usaha-usaha tersebut adalah melalui pemotongan nilai uang, melanjutkan program Benteng, dan memutuskan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Pemotongan nilai uang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun, dikenal dengan sebutan Gunting Syarifuddin. Pemerintah juga melanjutkan Program Benteng (Kabinet Natsir) dengan maksud untuk menumbuhkan wiraswasta pribumi agar bisa berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional dan pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.


SOSIAL BUDAYA

ORDE Lama : pembangunan dirancang oleh (MPRS) yang menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar perencanaan nasional,Perencanaan pembangunan di Indonesia diawali dengan lahirnya “Panitia Pemikir Siasat Ekonomi”. Perencanaan pembangunan 1947 ini masih mengutamakan bidang ekonomi ,tahun 1960 sampai 1965  proses sistem perencanaan pembangunan mulai tersndat-sendat dengan kondisi politik yang masih sangat labil telah menyebabkan tidak cukupnya perhatian diberikan pada upaya pembangunan untuk memperbaiki kesejahtraan rakyat.





Senin, 24 Februari 2020

Perjuangan Memepertahankan Kemerdekaan Melalui Diplomasi


PERUNDINGAN LINGGAJATI
Lokasi
Linggajati, juga dieja Linggarjati, adalah sebuah desa di kecamatan Cilimus, Kuningan yang terletak di kaki Gunung Ceremai, Kabupaten Kuningan. Di tempat ini dilangsungkan Perundingan Linggarjati antara Indonesia dan Belanda pada tahun 1946.
Waktu
Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.
Tokoh
Inggris sebagai pihak penengah diwakili oleh Lord Killearn.
Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (Ketua) Muhammad Roem, Dr.A.K Gani dan Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H
Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn (Ketua), Van Pool dan De Boer.
Latar belakang
Selepas Indonesia memproklamirkan diri sebagai negara Merdeka pada 17 Agustus 1945 dan terlepas dari jajahan Jepang. Belanda yang sebelumnya telah menjajajah Indonesia selama 350 tahun ingin kembali menjajah Indonesia.
Awalnya, 29 September 1945 pasukan sekutu dan AFNEI datang ke Indonesia (salah satunya) untuk melucuti tentara Jepang setelah kekalahan negara tersebut di perang dunia ke II. Namun kedatangan mereka ternyata diboncengi oleh NICA (Netherlands-Indies Civil Administration).
Hal tersebut menimbulkan kecurigaan pemerintah dan rakyat Indonesia, mereka menilai Belanda ingin kembali mencoba berkuasa di Indonesia. hingga akhirnya pertempuran- pertempuran pun terjadi, seperti di pertempuran 10 November di Surabaya, Pertempuran di Ambarawa, Medan area, Pertempuran Merah putih di Manado dll.
Karena sering terjadinya pertempuran-pertempuran yang merugikan kedua belah pihak dan beberapa alasan lainnya. Maka pihak kerajaan Belanda dan Indonesia pun sepakat untuk melakukan kontak diplomasi pertama dalam sejarah kedua negara.
Hasil perundingan
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi: Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.

PERUNDINGAN RENVILLE
Lokasi
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Waktu
Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Waktu pelaksanaan perjanjian renville ini dilakukan sejak tanggal 8 Desember 1947 dan penandatanganan perjanjian Renville dilakukan tanggal 17 Desember 1948.
Tokoh
Tokoh Delegasi Indonesia dalam perjanjian renville, diantaranya:
  • Ketua : Amir Syarifudin Harahap
  • Anggota lain : Ali Sastroamijoyo, Haji Agus Salim, Dr. Coa Tik Len, Dr. Johannes Leimena, Nasrun
Tokoh Delegasi Belanda dalam perjanjian renville, diantaranya:
  • Ketua : R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo
  • Anggota lain : Dr. P. J. Koest, Mr. Dr. Chr. Soumokil, Mr. van Vredenburg
Tokoh Penengah/Mediator dari PBB dalam perjanjian renville, diantaranya:
  • Ketua : Frank Porter Graham
  • Anggota : Richard Kirby, Paul van Zeeland
Latar belakang
Pada 1 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda. Gubernur Jenderal Van Mook dari Belanda memerintah gencatan senjata pada 5 Agustus. Pada 25 Agustus, Dewab Keamanan mengeluarkan resolusi kembali yang diusulkan oleh Amerika Serikat yaitu Dewan Keamanan akan menyelesaikan konflik antara Indonesia dan Belanda secara damai dengan membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri dari Australia (dipilih Indonesia), Belgia (dipilih Belanda) dan Amerika Serikat (dipilih Indonesia-Belanda).
Hasil perundingan
1. Wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (Garis Van Mook), yaitu garis khayal yang dibuat oleh Van Mook sebagai batas wilayah kekuasaan Indonesia dan kekuasaan Belanda berdasarkan Agresi Belanda pertama;
2. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai diserahkan pada Republik Indonesia Serikat yang segera dibentuk;
3. RIS memiliki kedudukan yang sejajar dengan negara Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda;
4. Republik Indonesia menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat;
5. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintah federal sementara;
6. Pasukan Republik Indonesia yang berada di daerah kantong harus ditarik ke daerah Republik Indonesia. Daerah kantong adalah daerah yang berada di belakang Garis Van Mook, yaitu garis yang menghubungkan dua daerah terdepan yang diduduki Belanda.




PERUNDINGAN ROEM-ROYEN
Lokasi
Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta.
Waktu
dimulai tgl 14 april 1949 & ditandatangani tgl 7 mei 1949.
Tokoh
tokoh delegasi indonesia yaitu Mohammad Roem dan tokoh delegasi belanda yaitu Herman Van Roijen.
dampak yang ditimbulkan : dgn tercapainya kesepakatan perjanjian tersebut, PDRI memerintahkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX utk mengambil alaih pemerintahan di yogyakarta dari Belanda.
Latar belakang
Latar Belakang Perjanjian Roem Royen
Perundingan Roem Royen awalnya dilatarbelakangi oleh terjadinya serangan dari Belanda kepada Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan. Belanda melakukan serangan ke Yogyakarta serta serangan Agresi Militer Belanda II.
Hasil
Hasil dari perundingan Roem Royen, yaitu :
Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) Kembalinya pemerintahan Republik Indonesia ke kota Yogyakarta. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tahanan perang dan politik.





KOMISI TIGA NEGARA
Waktu
KTN dibentuk pada tanggal 25 Agustus 1947, dengan tujuan untuk menghentikan gencatan senjata yang terjadi antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda.
Tokoh
Negara Australia yang dipilih oleh Bangsa Indonesia yang diwakili oleh Richard C. Kirby
Belgia yang dipilih oleh Belanda yang diwakili oleh Paul van Zeeland
Amerika Serikat adalah sebagai pihak yang netral diwakili oleh Dr. Frank Graham.
Latar Belakang
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan Dewan Keamanan atau biasa disebut badan dunia yang ikut berperan dalam upaya menyelesaikan pertikaian antara Indonesia dengan Belanda.
Lembaga yang dibentuk oleh PBB dinamakan dengan KTN yang anggotanya terdiri atas beberapa Negara seperti Belgia mewakili Belanda, Australia mewakili Indonesia dan Amerika Serikat sebagai pihak ke tiga yang ditunjuk oleh Belgia dan Australia.
Latar belakang dari pembentukan KTN ini bermula ketika pada tanggal 20 Juli 1947, Van Mook menyatakan bahwa, ia merasa tidak terikat lagi dengan persetujuan Linggarjati dan perjanjian gencatan senjata.
Seperti yang diketahui bahwa pada tanggal 21 Juli 1947 tentara Belanda melancarkan Agresi Militer pertamanya terhadap pemerintah bangsa Indonesia.
KTN bertugas untuk mengawasi secara langsung penghentian aksi tembak-menembak sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Didalam permasalahan militer KTN dapat mengambil inisiatif untuk menyelesaikannya, sedangkan didalam masalah politik KTN hanya dapat memberikan saran atau usul karena tidak mempunyai hak untuk menentukan keputusan politik yang akan diambil oleh bangsa Indonesia.
Kemudian pihak Belanda membuat batas-batas wilayah dengan memasang patok-patok pada wilayah status quo. Kesulitan yang dihadapi oleh Komisi Tiga Negara adalah melewati garis Van Mook, karena Belanda sangat mempertahankan garis tersebut.
Garis Van Mook merupakan suatu garis yang berguna untuk menghubungkan pucuk-pucuk pasukan Belanda yang maju setelah perintah Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan aksi tembak-menembak.
Hasil
Komisi tiga negara / renvill memiliki hasil
1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur Indonesia di Yogyakarta.

PERUNDINGAN INTER INDONESIA
Lokasi
Konferensi ini diselenggarakan pada tanggal 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta dan tanggal 31 Juli-2 Agustus 1949 di Jakarta. Peserta konferensi Inter-Indonesia merupakan wakil-wakil pemerintah RI dan wakil-wakil negara pada bagian yang dipimpin Van Mook
Waktu
Konferensi ini diselenggarakan pada tanggal 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta dan tanggal 31 Juli-2 Agustus 1949 di Jakarta. Peserta konferensi Inter-Indonesia merupakan wakil-wakil pemerintah RI dan wakil-wakil negara pada bagian yang dipimpin Van Mook.
Tokoh
Delegasi RI ke Konferensi Inter Indonesia, terbentuk 18 Juli 1949 dipimpin oleh Wakil Presiden/PM Moh. Hatta.

Sedangkan delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak dan Anak Agung dari NIT.
Latar belakang
Latar belakang dilakukannya suatu Konferensi Inter Indonesia ini bermula ketika hasil Perjanjian Roem Royen yang menyatakan bahwa Indonesia ikut serta dalam KMB (Konferensi Meja Bundar).
Oleh alasannya itu, RI harus mempersiapkan diri dengan mengadakan suatu konferensi antar Indonesia yang dilakukan antara pihak Indonesia dan Negara Boneka Bentukan Belanda.
Sebab lainnya ialah suatu perubahan perilaku negara-negara cuilan BFO sehabis adanya serangan kedua Belanda yang kita kenal juga dengan nama Agresi Militer Belanda 2.
Karena simpati, negara-negara BFO ini lalu membebaskan beberapa pemimpin-pemimpin Indonesia. BFO juga turut andil dalam pelaksanaan Konferensi Inter Indonesia yang berlangsung di kota Yogyakarta.
Hasil
Setelah penetapan negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS), lalu dapat diputuskan untuk mengadakan konferensi inter Indonesia kedua.
Berlangsung pada tanggal 30 Juli 1949, bertujuan untuk dapat membentuk atribut Negara dan panitia yang akan ikut dalam perjanjian KMB di Den Haag, Belanda.
Berikut ini adalah hasil konferensi kedua, antara lain :
  • Bendera Republik Indonesia Serikat yaitu sang saka merah putih.
  • Lagu kebangsaan RIS adalah Indonesia Raya.
  • Bahasa resmi (Nasional) Republik Indonesia adalah bahasan Indonesia.
  • Pemilihan Presiden ini yang ditentukan oleh negara cuilan Republik Indonesia dan BFO.
  • Membentuk suatu panitia yang bertugas dalam Konferensi Meja Bundar.
  • Anggota MPRS (Majelis Permusyawaratan Sementara) ditentukan oleh negara cuilan yang berjumlah 16 negara.


KONFRENSI MEJA BUNDAR
Lokasi
Konferensi Meja Bundar (KMB) (bahasa Belanda: Nederlands-Indonesische rondetafelconferentie) adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus hingga 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg)
Waktu
23 Agustus 1949 – 2 November 1949
Tokoh
Tokoh Konferensi Meja Bundar
Drs. Mohammad Hatta.
Nir. Moh. Roem.
Prof Dr. Mr. Supomo.
Dr. J. Leitnena.
Mr. Ali Sastroamicijojo.
Ir. Djuanda.
Dr. Sukiman.
Mr. Suyono Hadinoto.
Latar belakang
Latar belakang dari konferensi ini adalah kegagalan Belanda yang ingin meredam kemerdekaan Bangsa Indonesia dengan menggunakan cara kekerasan.
Kegagalan tersebut karena Belanda mendapat kecaman dari dunia luar. Namun sebelumnya, pihak dari Bangsa Indonesia dan Belanda sendiri telah melakukan perundingan lewat jalan diplomasi.
Kecaman dari dunia internasional sendiri dibuktikan dengan adanya resolusi dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mana isinya mengecam serangan militer Belanda yang akan dilakukan kepada Bangsa Indonesia.
PBB juga menyerukan untuk menyelesaikan perselisihan antara kedua belah pihak tersebut dengan cara perundingan.
Setelah diadakannya Perjanjian Roem Royen pada tanggal 6 Juli, rencananya akan diadakan sebuah konferensi yang mana nantinya dihadiri oleh para tokoh yang waktu itu masih diasingkan di Bangka. Namun, sebelumnya telah diadakan lebih dahulu Konferensi Inter-Indonesia pada tanggal 31 Juli hingga 2 Agustus 1949 di Yogyakarta.
Konferensi tersebut dihadiri oleh otoritas bagian dari Republik Indonesia Serikat yang nantinya akan dibentuk. Kemudian, para partisipan setuju dengan prinsip serta kerangka dasar dari konstitusi.
Hal inilah yang kemudian membentuk perwakilan Indonesia pada tanggal 11 Agustus 1949 untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.
Hasil
Dalam pelaksanaannya, tentu saja konferensi tersebut menghasilkan sebuah perjanjian yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak. Berikut hasil dan isi dari Konferensi Meja Bundar.
1.       Belanda telah mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang merdeka.
2.     Pengakuan dari kedaulatan itu sendiri selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
3.     Status dari Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
4.    Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk mengadakan sebuah kerja sama antara RIS serta Belanda yang dikepalai oleh Raja Belanda sendiri.
5.     Republik Indonesia Serikat (RIS) akan mengembalikan hak milik Belanda serta memberikan hak-hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
6.    Republik Indonesia Serikat diwajibkan untuk membayar semua hutang Belanda sejak tahun 1942.
7.     7. Kapal-kapal perang dari Belanda yang ada di Indonesia akan ditarik dengan beberapa catatan korvert akan diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat  (RIS).
8.     Tentara Kerajaan Belanda yang ada di Indonesia akan ditarik mundur, sedangkan untuk Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL) akan dibubarkan namun dengan catatan bahwa beberapa anggota yang diperlukan akan dimasukkan ke dalam kesatuan Tentara Negara Indonesia (TNI).